3 Desember 2018

Fakta-Fakta Menarik dari Sejarah Indonesia yang Nggak Kamu Dapatkan di Sekolah

Fakta-Fakta Menarik dari Sejarah Indonesia yang Nggak Kamu Dapatkan di Sekolah

Kita pasti sudah akrab dengan sejarah Indonesia. Bahkan, zaman pra-sejarah pun ikut kita pelajari sejak duduk di bangku sekolah dasar. Kita diberitahu bahwa Kerajaan Kutai adalah kerajaan pertama di Indonesia dan Belanda menjajah Indonesia selama 3,5 abad (meskipun ini kemudian menuai perdebatan). Tidak lupa, ada juga kisah Keris Mpu Gandring yang digunakan untuk membunuh keturunan Ken Arok dan Tunggul Ametung.
Buku sejarah yang begitu tebal dan tidak ada habisnya dibahas dari sekolah dasar hingga menengah atas seakan telah merekam seluruh peristiwa bersejarah di Indonesia. Tapi, sebenarnya ada lho fakta-fakta unik dari sejarah yang nggak diajarkan di bangku sekolahmu. Berikut ini beberapa di antaranya:

1. Koran Pertama yang Terbit dan yang Dibredel di Indonesia adalah Koran yang Sama

Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen memerintahkan anak buahnya untuk membuat lembaran berita internal yang berisi informasi mengenai kedatangan dan keberangkatan kapal-kapal niaga. Lembaran berita tersebut ditulis tangan sebanyak 4 halaman dan diberi nama Memorie der Nouvelles. Ini merupakan cikal bakal koran Bataviase Nouvelles, yang diterbitkan pertama kali pada 7 Agustus 1744 — setelah masuknya mesin cetak ke Hindia Timur.
Bataviase Nouvelles merupakan koran pertama yang diterbitkan di Batavia, maupun Indonesia. Koran ini diterbitkan seminggu sekali sebanyak 4 halaman dengan layout dua kolom.
Namun sayangnya, baru saja kontrak penerbitan diperpanjang, koran ini harus dibredel pada 20 November 1745 karena anggota Dewan Direktur VOC di Amsterdam takut akan banyak rahasia VOC yang terbongkar ke publik.

2. Marco Polo Bertemu dengan Masyarakat Kanibal di Nusantara

Pada perjalanannya ke Nusantara tahun 1292, Marco Polo terkejut melihat adanya masyarakat yang memakan daging manusia. Kejadian ini ia temukan di pesisir Sumatra.
Ketika berada di Kerajaan Dagroian (daerah Pidie, Aceh), Marco Polo melihat masyarakat setempat memakan daging kerabatnya yang sedang sakit parah dan tidak bisa disembuhkan. Di daerah tersebut, jika ada kerabat yang sakit maka akan dipanggil penyihir untuk memeriksa apakah penyakit tersebut bisa disembuhkan atau tidak. Jika tidak bisa, maka akan dipanggil orang khusus untuk membunuh kerabat yang sakit. Lalu setelah mati, dagingnya akan dimasak dan disantap bersama.

3. Bung Karno Tidak Puasa Saat Proklamasi

Mungkin kamu tahu bahwa hari proklamasi kemerdekaan RI jatuh pada bulan Ramadhan. Namun, saat itu Bung Karno tidak berpuasa karena sedang sakit akibat gejala malaria tertiana. Ketika dibangunkan di pagi hari, Bung Karno mengeluh badannya terasa seperti meriang. Setelah disuntik dan minum obat, beliau kembali tidur dan bangun pada pukul 09.00 WIB untuk bersiap-siap memroklamirkan kemerdekaan RI pada pukul 10.00 WIB.
Bayangkan betapa membaranya semangat beliau memproklamasikan kemerdekaan. Kamu pasti nggak menyangka ‘kan kalau saat itu beliau sedang sakit?

4. Stasiun KA Bandung Dirancang untuk Persiapan Pemindahan Ibukota dari Jakarta ke Bandung

Bandung memang telah memiliki stasiun kereta api sejak tahun 1884. Tapi, bangunan stasiun yang sampai sekarang masih berdiri adalah rancangan tahun 1928, yang khusus dirancang arsitek Belanda EH de Roo karena niat Belanda memindahkan ibukota Hindia Belanda dari Jakarta ke Bandung. Saat itu, pihak Belanda telah merencanakan pembangunan 14 kantor dan perumahan bagi 1.500 pegawainya.
Niat ini tak sempat terpenuhi karena pada tahun 1930-an Belanda mengalami krisis ekonomi. Kondisi keuangannya juga makin terpuruk karena okupasi Nazi Jerman di masa Perang Dunia II.

5. Permen Jahe Sempat Jadi Komoditas Utama Batavia

Indonesia memang dikenal bangsa Barat sebagai wilayah penghasil rempah-rempah dengan kualitas sangat baik, seperti lada dan jahe. Siapa sangka bahwa rempah-rempah tersebut tumbuh dengan baik dan subur di daratan Batavia, yang sekarang menjadi Jakarta. Bahkan pada tahun 1778, Batavia harus memproduksi 4,5 ton permen jahe untuk diekspor ke Belanda.

6. Bendera Pusaka dari Sprei dan Penjual Soto

Bendera merah putih untuk keperluan kemerdekaan sebenarnya telah dibuat oleh Fatmawati, istri Bung Karno, sebelum tanggal 16 Agustus 1945. Akan tetapi, bendera tersebut dianggap terlalu kecil untuk dikibarkan. Akhirnya, Fatmawati membongkar lemari mencari kain untuk membuat bendera baru. Ia menemukan kain sprei berwarna putih. Bagian merahnya dibeli dari seorang penjual soto oleh pemuda bernama Lukas Kastaryo.

7. Demi Patung Dirgantara, Bung Karno Jual Mobil

Pembuatan Patung Dirgantara atau Patung Pancoran sempat terhenti karena peristiwa Gerakan 30 September/PKI, yang membuat posisi Bung Karno sebagai Presiden Indonesia di ujung tanduk. Demi menyelesaikan pembuatan patung tersebut, Bung Karno harus menjual salah satu mobilnyadan menyerahkan dana sebesar Rp 1,7 juta kepada Edhi Sunarso, sang pemahat.
Edhi pun juga turut merogoh kocek pribadi hingga mengutang ke pemasok bahan pembuatan patung. Sayangnya, sebelum patung itu diresmikan, Bung Karno telah meninggal dunia terlebih dulu. Edhi yang melihat iringan mobil jenazah Bung Karno saat sedang melakukan penyelesaian akhir di atas patung kemudian turun, dan ikut mengiringi kepergian Bung Karno.

8. Penulis Naskah Pidato Bahasa Inggris Bung Karno yang Pertama Berdarah Viking

Untuk siaran pidato bahasa Inggrisnya yang pertama, Bung Karno mempercayakan naskahnya pada K’ tut Tantri, seorang perempuan warga negara Amerika kelahiran Skotlandia yang juga berdarah Viking. Perempuan bernama asli Muriel Stuart Walker tersebut turut bergerilya bersama Bung Tomo dan pejuang lainnya di Jawa Timur sebelum akhirnya tinggal di Yogyakarta, ibukota negara Indonesia pada saat itu.
K’tut Tantri menetap di Indonesia selama 15 tahun dan turut mengobarkan semangat perjuangan bagi bangsa ini.

9. Draf Naskah Proklamasi Sempat Hilang

Draf naskah proklamasi ditulis tangan oleh Bung Karno dan dibantu Bung Hatta dalam pemilihan kata-katanya. Setelah acara proklamasi selesai, draf tersebut menghilang. Wartawan senior Indonesia bernama BM Diah menemukan draf tersebut terbuang di tempat sampah. BM Diah lalu menyimpan draft tersebut selama 46 tahun 9 bulan 19 hari, sebelum akhirnya diserahkan ke pemerintah pada 29 Mei 1992.

10. Nusantara Bukan Wilayah Majapahit

Selama ini kita mengetahui bahwa daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit mencakup seluruh Nusantara, bahkan Thailand dan Campa. Padahal sebenarnya tidak ada bukti pasti yang menjelaskan bahwa wilayah Majapahit mencakup seluruh Nusantara. Daerah efektif kekuasaan Majapahit hanya sebatas Pulau Jawa saja, bahkan hanya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nusantara merupakan koalisi antara kerajaan-kerajaan untuk kepentingan keamanan dan perdagangan regional.
Anggapan bahwa kerajaan-kerajaan tersebut memberi upeti kepada Majapahit adalah salah tafsir karena tidak ada keterangan sedikitpun di kitab Negarakretagama yang menyatakan adanya upeti, apalagi upeti tanda tunduk kepada Majapahit.
Menurut Negarakretagama, Majapahit memang sering mengadakan pesta yang mengundang kerajaan-kerajaan dan wakil kerajaan tersebut membawa hadiah bagi Raja Majapahit. Namun, itu hanya hadiah, bukan upeti.

11. Belanda Membawa Narapidana Pertama ke Nusakambangan

Pulau Nusakambangan dikenal sebagai Alcatraz-nya Indonesia. Narapidana-narapidana kelas kakap banyak yang dikirim ke pulau ini untuk menjalani masa hukuman. Titik awal masuknya narapidana ke Pulau Nusakambangan adalah saat Belanda akan membangun benteng pertahanan di pulau tersebut.
Untuk membangun benteng, Belanda memanfaatkan tenaga narapidana dari beberapa penjara di Jawa. Narapidana-narapidana tersebut dibawa Belanda ke Pulau Nusakambangan dan akhirnya melanjutkan hukumannya di pulau tersebut.

12. Kemelut Perang Diponegoro

Pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro ternyata sudah direncanakan sebelumnya, sejak terjadi “degradasi moral” di dalam keraton karena pengaruh Belanda. Selain itu, menurut sebuah naskah berbahasa Jawa di Keraton Yogyakarta, terlihat adanya keterlibatan Keraton Yogyakarta dalam penjebakan Pangeran Diponegoro di Magelang dengan menyelundupkan Raden Adipati Abdullah, saudara ipar dari Pangeran Diponegoro sekaligus patih yang saat itu menjabat.

13. Indonesia Pernah Masuk Piala Dunia

Ternyata pada tahun 1938, Indonesia pernah masuk dalam jajaran tim yang bertanding di Piala Dunia, dengan nama Hindia Belanda. Tim Hindia Belanda merupakan tim Asia pertama yang tampil di Piala Dunia 1938. Koran Perancis L’Equipe edisi 6 Juni 1938 memberitakan bahwa gaya menggiring bola tim Hindia Belanda sangat brilian, tetapi tidak cukup baik untuk pertahanan.
Terlibatnya tim Hindia Belanda di Piala Dunia 1938 bukan dengan dukungan PSSI, melainkan Nederlandcshe Indische Voetbal Unie (NIVU), organisasi sepakbola pemerintah kolonial Belanda. Kapten dari tim Hindia Belanda ini adalah seorang dokter.

14. Hotel Indonesia Adalah Hotel Bintang 5 Pertama di Asia Tenggara

Hotel Indonesia merupakan salah satu dari proyek mercusuar Bung Karno untuk membangkitkan harga diri bangsa Indonesia. Hotel Indonesia dibangun bersama dengan Tugu Selamat Datang dan dipersiapkan untuk menyambut tamu mancanegara peserta Asian Games IV/1962. Kemudian, hotel ini dimanfaatkan untuk menyambut tamu penting kenegaraan. Dirancang oleh arsitek asal Amerika Serikat, Hotel Indonesia menjadi gedung pencakar langit pertama di Indonesia dan hotel bintang 5 pertama di Asia Tenggara.
Nah, itu dia beberapa fakta sejarah Indonesia yang cukup unik, tapi mungkin tak pernah diterangkan oleh guru Sejarah-mu.

27 November 2018

Video animasi sejarah indonesia (Battle of Surabaya)

Battle of Surabaya adalah film animasi 2D, drama, aksi dan sejarah Indonesia produksi MSV Pictures. Karya perdana sutradara muda Aryanto Yuniawan ini menampilkan tokoh dan cerita fiktif, namun berlatar belakang sejarah perjuangan bangsa Indonesia pada saat perang Surabaya 1945. Trailer film ini telah meraih beberapa penghargaan, diantaranya Most People's Choice Award IMTF (International Movie Trailer Festival) 2013dan Nominee Best Foreign Animation Award 15th Annual Golden Trailer Award 2014.

7 Peninggalan Belanda yang Masih Dimanfaatkan Bangsa Indonesia

7 Peninggalan Belanda yang Masih Dimanfaatkan Bangsa Indonesia

Bangsa Indonesia pastinya tak akan mudah melupakan pegalaman pahit penjajahan yang dilakukan kolonial Belanda. Selain menjajah fisik selama 350 tahun, Belanda juga telah banyak mencuri kekayaan tanah Indonesia. Lebih dari itu, mereka juga telah membodohi Bangsa Indonesia dengan segala tipu daya dan iming-iming manis sehingga Bangsa Indonesia mudah untuk diperdaya.
Ironisnya, setelah Belanda angkat kaki dari Indonesia, nyatanya mereka telah mewariskan banyak peninggalan yang masih bisa dimanfaatkan Bangsa Indonesia. Ada yang berupa musium Belanda, bendungan, waduk, pabrik, perkebunan, sampai ke lembaga pendidikan. Nah, berikut kami sajikan ulasan 7 peninggalan Belanda yang masih bermanfaat untuk Bangsa Indonesia. Apa saja itu? Simak ualasannya hanya di sini.

1.Bendungan Katulampa, Bogor

Bendungan Katulampa adalah bangunan tua peninggalan Belanda yang terletak di Kelurahan Katulampa, Kota Bogor, Jawa Barat. Bangunan ini mulai dioperasikan sejak tahun 1911, tetapi untuk pembangunannya dimulai sejak tahun 1889 akibat banjir besar yang melanda Jakarta pada tahun 1872. Banjir saat itu dikabarkan membuat daerah elit Harmoni ikut terendam air luapan Kali Ciliwung.
Bendungan Katulampa
Sampai saat ini, Bendungan Katulampa masih kokoh berdiri untuk memberikan peringatan dini dari air yang mengalir ke Jakarta. Selain itu, bendungan ini juga dijadikan sebagai sarana irigasi terhadap lahan seluas 5.000 hektar yang terdapat di sisi kanan dan kiri bendungan. Pada musim penghujan, Bendungan Katulampa mampu menampung air dengan debit 630 ribu liter per detik.

2.Waduk Pacal, Bojonegoro

Waduk Pacal yang berlokasi di Desa Kedungsumber, Bojonegoro merupakan bangunan tua yang mulai beroperasi sejak tahun 1933. Pembangunannya sendiri dilakukan oleh kolonial Belanda mulai tahun 1924. Bendungan Pacal terletak 35 km dari arah selatan Kota Bojonegoro dan memiliki luas sekitar 3,878 km2 dengan kedalaman 25 meter.
Waduk ini dibangun Belanda sebagai sarana pengairan terhadap sawah-sawah y
Waduk Paca
ang berada di sekitarnya. Awalnya Waduk Pacal mampu menampung 41 juta meter kubik air untuk mengairi 16.600 hektar lahan. Karena pendangkalan, saat ini Waduk Pacal hanya mampu menampung air sebanyak 21 juta meter kubik dan mengairi 13 ribu hektar areal sawah di sekitarnya.

3.Jalan raya Pos Anyer-Panarukan

Jalan Raya Pos merupakan jalan yang panjangnya kurang lebih 1000 km, dari Anyer sampai Panarukan. Jalan raya ini dibangun pada masa penjajahan Belanda dibawah pimpinan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels. Hebatnya, jalan yang terbentang sepanjang utara Pulau Jawa ini dibangun hanya dengan dalam rentang waktu 1 tahun saja pada 1808.
Peta Jalan raya Pos
Saat ini, Jalan Raya Pos lebih dikenal dengaan sebutan Jalan Pantai Utara (Pantura). Jalan ini merupakan jalan karya monumental Daendels karena mampu memperpendek waktu tempuh dari Surabaya ke Batavia yang awalnya ditempuh selama 40 hari, kemudian bisa dipersingkat menjadi 7 hari. Meski sudah berusia 200 tahun, jalan raya ini masih digunakan sampai sekarang. Bahkan jalan ini menjadi satu-satunya akses darat untuk menuju Anyer.

4.Pabrik Gula Gondang Baru, Semarang

Pabrik Gula Gondang Baru, yang semula bernama Pabrik Gula Gondang Winangun, didirikan pada tahun 1860 oleh NV Klatensche Cultuur Maatscahapij yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda. Awalnya, Pabrik Gula Gondang Baru menggerakkan mesin produksi dengan turbin air. Setelah James Watt menemukan teknologi mesin uap, Pabrik Gula Gondang Baru mengganti turbin airnya dengan turbin uap sebagai penggerak utama mesin. Hasilnya kapasitas penggilingan menjadi lebih besar.
Pabrik Gula Gondang Baru
Pada tahun 1930-1935, Pabrik Gula Gondang Baru sempat berhenti beroperasi karena terjadi krisis ekonomi. Di tahun 1935-1940 pabrik ini mulai beroperasi kembali namun dibawah kendali orang yang berbeda, yakni Beeemers, yang juga warga negara Belanda. Ketika Indonesia jatuh ke tangan penjajah Jepang, pabrik ini juga ikut dikuasai Jepang dalam rentang waktu 1942-1945. Setelah merdeka, baru pabrik ini dijadikan aset negara dibawah naungan PPN Jateng V di Solo.

5.Perkebunan Teh Gunung Gambir, Jember

Perkebunan Teh Gunung Gambir berlokasi sekitar 48 km barat laut Kota Jember. Perkebunan ini merupakan perkebunan peninggalan penjajah Belanda yang berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Daerah ini masuk ke dalam kawasan lereng Argopuro yang sangat ideal untuk membuat teh bir (beer tea) yang di ekspor ke Eropa.
Perkebunan Teh Gunung Gambir
Sampai saat ini, Perkebunan Teh Gunung Gambir mampu memproduksi delapan varian teh yang berbeda. Teh itu dipetik dari tanaman teh yang mulai ditanam sejak tahun 1918, 1923, dan 1927. Jika ada yang berkunjung ke area perkebunan ini, proses pembuatan teh dari awal pemetikan, pengeringan, pengepakan, sampai pencicipan dapat diketahui secara terbuka.

6.Gereja Katedral, Jakarta

Gereja Katedral atau yang memiliki nama resmi Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga, merupakan sebuah gereja tua katolik yang diresmikan pemerintah Belanda tahun 1901. Gaya arsitektur megah khas Eropa yang ada di bangunan Gereja Katedral didesain oleh arsitek bernama Marius Hulswit yang merupakan arsitek kenamaan asal Belanda.

Gereja Katedral 

Awalnya gereja yang memiliki arsitektur neo-gotik ini pada bagian menaranya direncanakan berbentuk kubah. Karena faktor geografis Indonesia yang rawan gempa, desain kubah tersebut diubah menjadi menara dari logam. Kini bangunan yang terletak berdekatan dengan Masjid Istiqlal ini masih berdiri kokoh dan menjadi tempat beribadah bagi umat Katolik.

7.Technische Hoogeschool te Bandoeng (Institut Teknologi Bandung)

Institut Teknologi Bandung atau ITB pada mulanya merupakan lembaga pendidikan peninggalan Belanda yang bernama Technische Hoogeschool te Bandoeng. Lembaga ini merupakan perguruan teknik pertama yang didirikan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 3 Juli 1920. Perguruan tinggi ini didirikan Belanda dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga teknik yang saat itu menjadi sulit akibat pecahnya Perang Dunia I.
Technische Hoogeschool te Bandoeng
 Dalam kurun waktu pasca kemerdekaan, perguruan ini kemudian diresmikan oleh negara sebagai lembaga resmi perguruan tinggi negeri pada tanggal 2 Maret 1959 dan dinamakan Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat ini ITB menjadi salah satu tujuan favorit anak-anak negeri dalam mengeyam bangku perkuliahan, terutama mereka yang ingin mendalami ilmu teknik. Tercatat Presiden Soekarno adalah salah satu lulusan ITB yang saat itu masih bernama Technische Hoogeschool te Bandoeng.


Itulah 7 peninggalan Belanda yang saat ini masih dimanfaatkan Bangsa Indonesia. Meski bersetatus peninggalan Belanda, tiap bangunan tersebut sesungguhnya adalah hasil jerih payah Bangsa Indonesia. Para pendahulu kita telah bekerja sampai memeras keringat dan kehilangan nyawa untuk membangunnya supaya dirasakan hasilnya bagi generasi penerus selanjutnya. Patutlah kita sekarang membanggakan jerih payah perjuangan-perjuangan tersebut.

Benda Bersejarah Milik Indonesia ini Kini Berada di BELANDA!

Benda Bersejarah Milik Indonesia ini Kini Berada di BELANDA!

Selama ini mungkin kita meyakini fakta jika penjajahan Belanda hanyalah tentang eksploitasi manusia dan sumber alam Indonesia saja. Romusha, tanam paksa adalah beberapa contohnya. Namun, jika kita berkaca lebih dalam kepada sejarah, sebenarnya Belanda tak hanya mengambil sesuatu yang seperti itu. Mereka ternyata mengeskploitasi juga warisan nenek moyang.
Ya, tercatat ada banyak benda-benda bersejarah yang eksistensinya penting bagi kita juga turut diangkut ke Belanda. Pemerintah sendiri berulangkali meminta benda-benda bersejarah tersebut dikembalikan. Beberapa berhasil, namun tidak seluruhnya yang jadi milik Indonesia itu dipulangkan.
Sangat disayangkan kalau tidak semua bisa dikembalikan. Pasalnya, anak cucu nanti bakal tidak bisa mengenal sejarah mereka dengan lebih mendalam lagi. Nah, Inilah deretan benda penting milik bangsa Indonesia yang masih terperangkap rapi di deretan museum-museum Belanda.

1. Patung Ken Dedes Pertama

Ken Dedes adalah sosok penting bagi sejarah bangsa ini. Pasalnya, tanpa dirinya, takkan ada raja-raja besar yang memimpin kerajaan-kerajaan yang kemudian dari sinilah lambat laun terbentuklah Indonesia. Lantaran sosoknya yang begitu penting, maka peninggalan Ken Dedes juga sangat tinggi urgensinya untuk ditemukan. Dan pencapaian tersebut berhasil dilakukan pada tahun 1818.
Di tahun tersebut seorang Belanda berhasil menemukan sebuah patung Ken Dedes di Jawa Timur. Namun sayangnya, pemerintah kolonial memboyong patung ini ke negaranya dan kemudian jadi salah satu koleksi kebanggaan salah satu museum di kota Leiden. Upaya untuk memulangkan ini sudah berkali-kali dicoba pemerintah Indonesia. Hingga akhirnya di tahun 1978 Belanda setuju untuk mengembalikan benda penting ini.

2. Belasan Prasasti Penting dan Bersejarah

Keberadaan Prasasti adalah hal yang penting. Dari sanalah kita bisa menelusuri jejak-jejak sejarah dengan lebih detail dan jelas. Banyak potongan kisah sejarah yang memang terkuak lebar hanya dari prasasti yang diterjemahkan. Sebenarnya, di Indonesia ini tersebar sangat banyak prasasti. Jumlahnya lebih dari yang kita ketahui di pelajaran sejarah dulu.
Ya, banyak prasasti penting ternyata diangkuti oleh Belanda ke negerinya. Tercatat, saat ini adalah beberapa buah yang duduk manis menjadi pajangan-pajangan museum di sana. Misalnya Prasati Sangsang dan Wujakana yang ada di Museum Tropen, Prasasti Guntur yang ada di Rotterdam, serta sekitar 6 buah lagi ada di Museum Leiden. Semua prasasti ini penting bagi kita. Sayangnya, pemerintah Belanda terkesan ogah mengembalikan benda-benda bersejarah ini.

3. Keris dan Senjata-Senjata Para Raja

Hanya dari tongkatnya saja kita bisa langsung kagum akan kehebatan Bung Karno, bahkan tak hanya itu memandangi pecinya saja kita akan terbayang sosok kharismatik pembangun negeri. Memang begitulah, hanya lewat benda-benda peninggalan tokoh besar kita bisa langsung membayangkan wujudnya yang hebat. Hal yang sama mungkin juga akan terjadi ketika kita memandang deretan pusaka sangar ini.
Senjata-senjata di atas adalah milik orang-orang besar zaman dulu. Sebutlah Keris Singo Barong yang diduga adalah milik pembesar kerajaan Mataram. Sayangnya, lagi-lagi ini adalah koleksi salah satu museum yang ada di Belanda. Kita yang harusnya jadi pemilik malah hanya bisa melihatnya dari foto-foto semacam ini.

4. Naskah Kuno Keraton Kasunanan Surakarta yang Hilang

Sekitar dua tahun yang lalu, pemerintah kota Solo mengatakan ingin Belanda mengembalikan beberapa peninggalan penting Keraton Kasunanan Surakarta. Salah satunya adalah sebuah naskah kuno penting yang isinya adalah jejak-jejak para leluhur.
Masih belum jelas bagaimana upaya pengembalian tersebut. Namun yang pasti, naskah kuno yang dimaksud memang mendiami salah satu museum yang ada di Belanda. Tak hanya itu, ada satu barang penting Keraton Surakarta yang katanya juga dibawa oleh Belanda. Benda ini adalah sebuah mobil kuno milik sang raja yang dikatakan sebagai mobil pertama yang ada di Indonesia.

5. Patung Ganesha dan Anusapati

Selain patung Ken Dedes yang akhirnya dikembalikan itu, ternyata Belanda juga menyimpan beberapa artefak lain yang tak kalah pentingnya bagi Indonesia. Benda penting tersebut adalah Patung Ganesha dan juga Anusapati. Kedua benda ini diambil di tempat yang berbeda. Patung Ganesha diambil di dekat Candi Singasari, sedangkan patung Anusapati di Candi Kidal. Meskipun berbeda lokasi, keduanya masih berada di Malang.
Kedua benda ini bisa kita lihat di sebuah museum
yang ada di kota Leiden, Belanda. Sebisa mungkin kedua benda bersejarah ini juga bisa diambil lagi seperti patung Ken Dedes. Selama ini masih belum ada usaha yang kelihatan dari pemerintah kita untuk mengambilnya kembali. Tapi, meskipun dipaksa, sepertinya kecil kemungkinan negara kincir air tersebut mengembalikannya. Pasalnya dua obyek bersejarah ini menjadi salah satu primadona di sana.
Inilah sedikit dari banyak sekali benda-benda bersejarah milik kita yang ada di Belanda. Sebenarnya, tak hanya di Belanda saja, ada banyak pernak-pernik bersejarah Indonesia yang tersebar di beberapa negara Eropa, seperti Jerman. Bahkan tak hanya di sana, Amerika pun ternyata juga menyimpan beberapa benda penting milik Indonesia.

Gerakan 30 September (G30S/PKI)

Gerakan 30 September

Gerakan 30 September (dalam dokumen pemerintah tertulis Gerakan 30 September/PKI, disingkat G30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 ketika tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha kudeta.

Latar belakang


Perayaan Milad PKI yang ke 45 di
Jakarta pada awal tahun 1965
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.



Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekret presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.



Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.



Angkatan kelima




Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S.


Pengangkatan Jenazah di
 Lubang Buaya

Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.



Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dengan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara dengan slogan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subjek karya-karya mereka.



Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dengan polisi dan para pemilik tanah.



Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapapun (milik negara = milik bersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.


Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet. Jenderal-jenderal tersebut masuk kabinet karena jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).

Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".


Pengangkatan Jenazah di Lubang Buaya
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".

Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.

Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jenderal-jenderal militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerja sama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.

Isu sakitnya Bung Karno
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.

Isu masalah tanah dan bagi hasil

Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya. Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tetapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di provinsi-provinsi lain juga terjadi hal demikian.

Faktor Malaysia

Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini[2]. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.



“  Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak.  ”

Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[3] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia. Perintah Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala tersebut, sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution setuju dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di Indonesia.



Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan Inggris, dan di lain pihak mereka akan menghadapi Soekarno yang mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang setengah hati di Kalimantan. Tak heran, Brigadir Jenderal Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang[4]. Hal ini juga dapat dilihat dari kegagalan operasi gerilya di Malaysia, padahal tentara Indonesia sebenarnya sangat mahir dalam peperangan gerilya.



Mengetahui bahwa tentara Indonesia tidak mendukungnya, Soekarno merasa kecewa dan berbalik mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya kepada Malaysia. Soekarno, seperti yang ditulis di otobiografinya, mengakui bahwa ia adalah seorang yang memiliki harga diri yang sangat tinggi, dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk mengubah keinginannya meng"ganyang Malaysia".



“   Soekarno adalah seorang individualis. Manusia jang tjongkak dengan suara-batin yang menjala-njala, manusia jang mengakui bahwa ia mentjintai dirinja sendiri tidak mungkin mendjadi satelit jang melekat pada bangsa lain. Soekarno tidak mungkin menghambakan diri pada dominasi kekuasaan manapun djuga. Dia tidak mungkin menjadi boneka. ”
Di pihak PKI, mereka menjadi pendukung terbesar gerakan "ganyang Malaysia" yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek nekolim. PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, jadi motif PKI untuk mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis.

Pada saat PKI memperoleh angin segar, justru para penentangnyalah yang menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat posisi PKI yang semakin menguat sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan internasional PKI dengan Partai Komunis sedunia, khususnya dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom Penh. Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk mendiamkannya karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang sedang berlangsung, karena posisi Indonesia yang melemah di lingkungan internasional sejak keluarnya Indonesia dari PBB (7 Januari 1965).

Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat (CIA) yang baru dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965 menyebutkan sebuah percakapan santai Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia dan oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas mereka. Namun ia juga menegaskan bahwa suatu waktu "giliran PKI akan tiba. "Soekarno berkata, "Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu. … Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang."

Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang terjadi mulai mencuat ketika banyak tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro yang kesal serta kecewa kepada sikap petinggi Angkatan Darat yang takut kepada Malaysia, berperang hanya dengan setengah hati, dan berkhianat terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan untuk berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk membersihkan tubuh Angkatan Darat dari para jenderal ini.

Faktor Amerika Serikat

Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.



Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke Washington pada tanggal 8 Agustus 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya untuk melawan propaganda anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil bahkan tidak berguna sama sekali. Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober, agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak masuk akal karena situasi politis Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, dan hingga akhir Oktober masih terjadi kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali dilakukan oleh PKI atau NU/PNI.



Pandangan lain, terutama dari kalangan korban dari insiden ini, menyebutkan bahwa Amerika menjadi aktor di balik layar dan setelah dekret Supersemar Amerika memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini kedua pandangan tersebut tidak memiliki banyak bukti-bukti fisik.

Faktor ekonomi


Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.

Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.

Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.

Peristiwa

Sumur Lubang Buaya

ada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.

Isu Dewan Jenderal

Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono.

Isu Dokumen Gilchrist

Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang menulis buku "Indonesian Upheaval", yang dijadikan basis skenario film "The Year of Living Dangerously", ia sering menukar data-data apa yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita

Isu Keterlibatan Soeharto

Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel Abdul Latief di Rumah Sakit Angkatan Darat.



Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling diuntungkan dari peristiwa ini. Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA. Beberapa diantaranya adalah, Cornell Paper, karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey (Cornell University), Ralph McGehee (The Indonesian Massacres and the CIA), Government Printing Office of the US (Department of State, INR/IL Historical Files, Indonesia, 1963–1965. Secret; Priority; Roger Channel; Special Handling), John Roosa (Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia), Prof. Dr. W.F. Wertheim (Serpihan Sejarah Thn 1965 yang Terlupakan).

Korban

Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:




  • Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
  • Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
  • Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
  • Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
  • Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
  • Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)


Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan dia, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.



Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.



Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:


  • Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
  • Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
  • Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

Pasca kejadian

Pemakaman para pahlawan revolusi.
Tampak Mayjen Soeharto di sebelah kanan

Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.



Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jenderal PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.



Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Literatur propaganda anti-PKI
 yang pasca kejadian G30S banyak beredar
 di masyarakat dan menuding PKI sebagai
dalang peristiwa percobaan
 "kudeta" tersebut.



Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Soviet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."



Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah:


“ Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan daripada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri di atas Trisakti, yang sama sekali berdiri di atas Nasakom, yang sama sekali berdiri di atas prinsip Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.
Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.

Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita dan beserta engkau!

Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan "penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."

Penangkapan dan pembantaian

Penangkapan Simpatisan PKI

Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis – perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.



Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".



Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA [1] menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:



"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatera Utara, di mana udara yang lembap membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."

Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.



Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.

Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.

Supersemar

Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967.



Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.

Pertemuan Jenewa, Swiss


Menyusul peralihan tampuk kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakan pertemuan antara para ekonom orde baru dengan para CEO korporasi multinasional di Swiss, pada bulan November 1967. Korporasi multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, dan Chase Manhattan. Tim Ekonomi Indonesia menawarkan: tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.

Hal ini didokumentasikan oleh Jhon Pilger dalam film The New Rulers of World (tersedia di situs video google) yang menggambarkan bagaimana kekayaan alam Indonesia dibagi-bagi bagaikan rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno. Freeport mendapat emas di Papua Barat, Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau, Mobil Oil mendapatkan ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.

Peringatan


Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September (G-30-S/PKI). Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di L

ubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.



Pada 29 September – 4 Oktober 2006, para eks pendukung PKI mengadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.