24 November 2018

Sejarah Freeport Indonesia Yang Dikuasai Negara Lain

Sejarah Freeport Indonesia Yang Dikuasai Negara Lain

Sejarah Freeport Indonesia, siapa yang tidak tahu perusahaan raksasa yang bergerak dalam bidang tambang emas tersebut? Sayang seribu sayang, meskipun nama perusahaan tersebut kata “Indonesia”, namun, justru masyarakat harus rela menghisap ibu jari sekali lagi. Bagaimana tidak? Kontribusi PT Freeport Indonesia terbilang sangat kurang untuk Indonesia yang hanya mendapat keuntungan yang sangat kecil jika dibandingkan keuntungan yang diperoleh perusahaan itu sendiri. Yang lebih membuat miris adalah eksploitasi hutan yang tiada henti dan rupa – rupanya memang tidak bisa dihentikan. Eksploitasi ini bukan menguntungkan, malah merugikan bagi kelangsungan hidup dan ekosistem sekitar.

Sejarah Freeport
Masih teringat beberapa tahun lalu masyarakat papua dengan keras melawan PT Freeport Indonesia, mulai dari memukul dan melempari batu sampai ada yang rela mati. Saat itu memang proyek tersebut sedang hangat – hangatnya untuk diperbincangkan dan diberitakan setiap hari oleh media. Informasi yang menghujani masyarakat melalui media cetak, televisi dan internet tersebut perlahan – lahan membuat masyarakat luar Papua juga sadar bahwa kekayaan alam Indonesia sedang 
dikeruk habis – habisan.
Seperti manusia yang tidak pernah kenyang, PT Freeport Indonesia terus menerus memperpanjang kontrak dengan pemerintah. Hal ini membuat hampir seluruh lapisan masyarakat kecewa, Anda juga pasti pernah membaca artikel tentang ini atau membaca status atau cuitan teman Anda yang kecewa akan hal ini. Karena hal ini bukanlah hal yang aneh lagi. 

Sejarah Freeport Sebagai Kekayaan Negeri
Sebelumnya, pak Harto dan Washington telah memiliki kesepakatan (MOU) bahwa jika Soekarno berhasil dilengserkan, maka balasannya adalah kekayaan negeri kita. Hal itu terbukti pada tragedi pertemuan mafia Rockfeller dan mafia Berkeley dan beberapa lainnya di Jenewa – Swiss pada bulan November 1967. Tragedi itu menjadi bukti yang tak bisa di tepis lagi bahwa ada perjanjian yang merugikan ratusan juga masyarakat Indonesia. Padahal, negara Indonesia baru saja merdeka, bar ingin membuka lembaran baru tanpa penjajah dari luar negeri. Indonesia merdeka Indonesia jaya lagi – lagi hanya berakhir menjadi isapan jempol belaka. 
Rezim pak Harto kembali mengulang masa – masa penjajahan, namun kali ini, terdapat orang Indonesia juga yang menjajah negaranya sendiri untuk keuntungan pribadi. Memang, saat jaman pak Harto semua barang terhitung murah. Bensin murah, kebutuhan hidup murah, tidak perlu berpikir keras untuk bertahan hidup waktu itu. Namun, utang negara meledak sedangkan pak Harto menikmati pundi – pundi rupiah yang didapatnya dari mega proyek yang dia jalankan. Bagaimana tidak kecewa bangsa ini kepada beliau?
Kembali ke Sejarah Freeport Indonesia, literatur tentang pegunungan salju di Papua ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang tengah berlayar ke selatan pada tahun 1623 di perairan selatan papua. Tidak disangka – sangka, dia melihat sebuah pemandangan yang sangat aneh, yaitu kilauan salju. Hal itu kemudian dia tuliskan dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623. Isi dari literatur tersebut adalah tentang gunung yang sangat tinggi sehingga bagian ujungnya tertutupi oleh salju. Namun saat itu, catatan dari kapten Johan ini dinilai sebagai sebuah kebohongan. Orang – orang tidak percaya jika ada gunung yang sangat tinggi hingga ada tumpukan salju di bagian atas dari gunung. Memang pada saat itu masih memiliki pemikiran yang primitive.
Catatan kapten Johan inilah yang membuat KNAG tertarik untuk mencari gunung es tersebut. Namun sayangnya, di percobaan yang pertama, KNAG gagal menemukan gunung es tersebut. Namun itu tidak menyurutkan semangat KNAG dan pihak Belanda. Mereka justru semakin dibuat penasaran terhadap wilayah Papua. Satu hal yang menarik adalah, peta Papua pertama kali dibuat dari ekspedisi militer pada tahun 1907 hingga sekitar 1915. Hal ini mendorong banyak ilmuwan untuk mencari tahu dan mendaki ke gunung salju tersebut.  Karena rasa penasaran pada seseorang yang sangat tinggi, membuat mereka bertekad untuk mendaki ke gunung yang tinggi itu.
Ada beberapa ekspedisi yang dilakukan oleh Belanda, yang pertama adalah ekspedisi yang dilakukan oleh Dr. HA. Lorentz  dan Kapten A. Franzen Henderschee. Ekspedisi ini dilakukan dengan target mencapai puncak Wihelmina (sekarang juga disebut dengan Puncak Sudirman) dengan tinggi kira – kira 4.750 meter. Belakangan ini nama Lorentz tengah dipakai untuk nama salah satu Taman Nasional di wilayah suku Asmat di pantai selatan. Anda bisa melihatnya di Taman Nasional Asmat yang saat ini dijadikan sebagai salah satu tempat obyek wisata juga.

Kekecawaan Bangsa Terhadap Freeport

Kekecewaan terus berlanjut, bahkan ada artikel yang membandingkan pemerintahan Soekarno dan Soeharto. Secara singkat Soekarno selalu berpegang teguh untuk menjaga kekayaan alam Indonesia hingga orang Indonesia sendiri sanggup untuk membuat mesin berteknologi canggih dan mengolah kekayaan alamnya. Namun sebaliknya, jaman Soeharto malah seakan menyambut dengan gembira kedatangan orang – orang bertopeng investor untuk mengeruk untung yang begitu besar. Tanpa alih-alih mereka berani mengeklploitasi sumber daya alam yang dimiliki negeri kita.
Awal mula Pt Freeport Indonesia bisa dibilang cukup unik. Tahun 1904 – 1905 terdapat sebuah lembaga swasta yang berasal dari Belanda bernama KNAG (Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap). Lembaga tersebut adalah lembaga geografi kerajaan Belanda yang melakukan ekspedisi ke salah satu bagian Papua. Tujuan utama dari ekspedisi tersebut adalah untuk mengunjungi pegunungan salju, yang kabar – kabarnya ada di Papua. Tapi, seiring berjalannya waktu, emas Papua lah yang sekarang dihabisi tanpa ampun. Di sisi yang lain, masyarakat sekitar juga masih terlihat tidak ada perubahan yang signifikan. Dilihat sekilas pasti kita tahu mereka masih berada di garis kemiskinan. Bagaimana bisa mereka selaku penduduk lokal tidak mendapatkan manfaat apa – apa dari mega proyek ini? Sangat ironis. Pembangunan merajalela, pertiwi pun tergadai oleh keserakahan manusia.Sudah merupakan rahasia umum jika di awal kekuasaan pak Harto, sumber daya alam Indonesia yang melimpah diserahkan kepada pihak lain yaitu negara barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Mengapa seperti itu? Pak Harto telah terkenal namanya, diterbitkan di majalah majalah dalam maupun luar negeri bahwa pak Harto termasuk salah satu presiden dengan jumlah korupsi tertinggi. Informasi itu sudah sangat menggambarkan mengapa pak Harto ingin segera kekayaan Indonesia ini diolah oleh orang luar meskipun Indonesia hanya kecipratan beberapa tetes air yang tidak sebanding dengan air terjun yang dinikmati oleh pihak asing yang mengolah kekayaan kita. Kita sebagai pemilik hanya merasakan setitik nila saja tanpa mengetahui keuntungan yang di raup oleh orang asing. 
Pencapaian Target Freeport
Sekitar tahun 1930, terdapat dua pemuda Belanda bernama Dozy dan Colijn. Mereka adalah pegawai dari perusahaan minyak NNGPM. Perusahaan tersebut berencana untuk menggapai pincak Cartenz. Mereka sangat serius untuk mencapai target tersebut. Kegigihan mereka dalam mencapai puncak Cartensz ini menjadi awal mula bagi pembukaan tambang besar di Papua 35 tahun kemudian. Hingga kini, kegigihan tersebut dapat dirasakan hasilnya.
Ekspedisi selanjutnya dilaksanakan pada tahun 1936. Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau bisa juga disebut gunung bijih. Lalu, kemudian dia membawa bebatuan ini ke Belanda untuk diteliti lebih lanjut. Setelah lumayan lama, seorang Jan Van Gruisen yang berprofesi sebagai Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang telah berhasil mengeksploitasi tambang batu bara di Kalimantan dan Sulawesi Tenggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson. Forbes Wilson sendiri adalah seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang berfokus kepada tambang belerang yang terdapat di bawah laut. Setelah itu, Van Gruisen meminta Wilson untuk mendanai ekspedisinya ke gunung bijih untuk mengambil contoh bebatuan lalu menganalisa serta melakukan penelitian yang tentu saja membutuhkan dana cukup besar. Wilson saat itu merupakan salah seorang investor yang mudah untuk diajak bekerjasama.
Seperti yang dijelaskan di atas, awal periode Soeharto, pemerintah menjadi berubah. Pemerintah menjadi asngat fokus kepada perubahan kondisi ekonomi Indonesia dengan segala cara. Namun sayangnya, cara cepat yang digunakan pak Harto malah berbalik menjadi boomerang sekarang. Saat itu, Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan undang – undang modal asing (UU No. 1 Tahun 1967).  Undang-Undang inilah yang berlaku dan sangat bermanfaat bagi bangsa Indonesia dalam pencegahan eksploitasi Sumber Daya Alam milik Indonesia. 
Terbitnya undang – undang tersebut membuat Langbourne Williams yang menjabat sebagai pimpinan tertinggi Freeport pada saat itu. Setelah itu, Dia bertemu dengan Julius Tahija yang tengah memimpin perusahaan Texaco pada zaman pak Harto dan dilanjutkan dengan pertemuan dengan Ibnu Sutowo selaku mentri pertambangan dan perminyakan minyak Indonesia pada zaman itu. Singkat cerita, dalam pertemuan tersebut Williams meminta agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Setelah sekian pertemuan, akhirnya Freeport berhasil mendapatkan izin dari pemerintah untuk melanjutkan mega proyek tersebut pada tahun 1967. Kontrak tersebut menjadi kontrak karya pertama Freeport. Kontrak karya tersebut juga digunakan Julius Tahija untuk membawa nama Indonesia ke luar negeri, dan juga mempromosikan bahwa undang – undang modal asing telah terbit seutuhnya. Undang-Undang ini pun diberlakukan secara efektif dan benar-benar diberdayakan sebagai pencegahan ekslpoitasi Sumber Daya Alam kekayaan akan Indonesia. 
Pada awalnya, tepatnya sebelum 1967, wilayah Timika adalah hutan belantara. Barulah saat Freeport mulai beroperasi, penduduk banyak yang pindah ke wilayah Timika dan wilayah sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di wilayah Timika meningkat. Pada tahun 1970, Freeport bersama pemerintah membangun rumah penduduk yang layak huni di sebuah jalan bernama Kamuki. Selain itu, juga ada perumahan yang dibangun di sekitar selatan Bandar udara yang saat ini telah menjadi Kota Timika. Perlu diketahui pula, bahwa kota Timika kini menjadi salah satu kota besar sebagai kota pusat di Papua. 
Daftar Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia
Perubahan – perubahan terus terjadi, dan nampaknya pemerintah juga membiarkan Freeport terus mengeruk kekayaan Indonesia dengan imbalan yang tidak seberapa. Ini terbukti dengan kontrak karya yang terus berjalan mulus hingga kini. Berikut adalah daftar kontrak karya dari PT Freeport Indonesia kepada pemerintah Indonesia. Hingga saat ini, kontrak karya pun belum berubah.
  1. 1967 – Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) sejak mulai beroperasi tahun 1973 berlaku selama 30 tahun
  2. 1988 – Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi, sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang.
  3. 1991 – Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode produksi akan berakhir pada tahun 2021. Tidak hanya itu, PT Freeport Indonesia juga berkemungkinan memperpanjangan 2×10 tahun (sampai tahun 2041).
Cukup miris juga mendengar kontrak Freeport terus diperpanjang, 30 tahun tentu waktu yang sangat cukup untuk mengeruk semua emas di Papua dengan teknologi yang super canggih. Bagaimana menurut Anda tentang PT Freeport Indonesia ini? Semua tergantung dari sudut pandang kita masing-masing. Karena setiap kepala selalu memiliki pemikiran yang berbeda. Kepala setiap orang berbeda-beda, namun hal itu dapat disatukan, jika kita menggunakan hati. Salam!

0 comments:

Posting Komentar